Visitor's amount

Menerbarkan Dakwah Salaf, Ahlussunnah Wal Jama'ah

Jumat, 24 April 2009

GOOGLE CHROME 2.0.176.0

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Chrome kembali merilis versi terbarunya yang sungguh tak diduga, Google Chrome 2.0.176.0. Sangat fantastis sekali dan berbeda. Ini sangat mengejutkan. Betapa tidak? Versi sebelumnya yang jauh melompat hingga berjarak 2 versi. Ini adalah janji dan komitmen pihak Google untuk serius mengangani persaingan dengan IE dan Mozilla. Apakah ini pertanda Chrome akan berhasil memenangkan? Kita tunggu dan buktikan dengan mencobanya. :D


Di bawah ini adalah link untuk mendownloadnya. Tafadhol.

Download

Jika ada keluhan bisa disharekan bersama kami. Jazakumullah telah berpartisipasi dalam penggunaan browser unggul.

Syukron katsiron.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.


Baca Lebih Lanjut...

Jumat, 17 April 2009

NASIHAT BUAT WANITA MUSLIMAH YANG BERHIAS SERONOK

Penulis: Kitab Al Hijab (Departemen Agama Saudi Arabia)

Kejelekan Tabarruj (berhias ala jahiliyah, seronok)

• Tabarruj adalah maksiat kepada Allah dan Rasul.

Barangsiapa yang maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka ia hanya akan mencelakakan dirinya sendiri dan tidak akan mencelakakan Allah sedikitpun.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
((كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ إلاَّ مَنْ أبَى ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى ؟ قَالَ : مَنْ أطَاعَنِي دَخَلَ الجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أبَى))


“Semua umatku akan masuk surga kecuali orang yang menolak” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah! Siapakah orang yang menolak itu? Beliau menjawab: “Siapa yang taat kepadaku akan masuk surga dan siapa yang maksiat kepadaku maka ia telah menolak.”

• Tabarruj menyebabkan laknat dan dijauhkan dari rahmat Allah.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda:
((سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ ، عَلَى رُؤُوسِهِنَّ كَأَسْنِمَةِ البَخْتِ ، اِلْعَنُوهُنَّ فَإنَّهُنَّ مَلْعُونَاتٌ))
“Akan ada pada akhir umatku nanti wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, kepala mereka bagaikan punuk unta, laknatlah mereka karena mereka adalah wanita-wanita yang pantas dilaknat.”

• Tabarruj adalah sifat penghuni neraka.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
((صِنْفَانِ مِنْ أهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا : قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأذْنَابِ البَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ ... ))
“Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah saya lihat; kaum yang membawa cemeti bagai ekor sapi yang digunakan memukul menusia dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang...”

• Tabarruj penyebab hitam dan gelap di hari kiamat.

Diriwayatkan dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, beliau bersabda:
((مَثَلُ الرَّافِلَةِ في الزِّينَةِ في غَيْرِ أهْلِهَا ، كَمَثَلِ ظُلْمَةٍ يَوْمَ القِيَامَةِ لاَ نُورَ لهَا))
“Permisalan wanita yang berhias untuk selain suaminya, adalah bagaikan kegelapan pada hari kiamat, tidak ada cahaya baginya.”
Maksudnya adalah wanita yang berlenggak-lenggok ketika berjalan dengan menarik pakaiannya, akan datang pada hari kiamat dalam keadaan hitam dan gelap, bagaikan berlenggak-lenggok dalam kegelapan. Dan hadits ini walaupun lemah, tetapi artinya benar, karena kenikmatan dalam maksiat adalah siksaan, wangi-wangian akan menjadi busuk dan cahaya menjadi kegelapan. Kebalikan dari taat, bahwa bau mulut orang yang berpuasa dan darah orang yang mati syahid lebih harum di sisi Allah dari bau minyak kasturi."

• Tabarruj adalah kemunafikan.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda:
((خَيْرُ نِسَائِكُمُ الوَدُودُ الوَلُودُ ، المُوَاسِيَةُ ، المُوَاتِيَةُ ، إذَا اتَّقَيْنَ اللهَ، وَشَرُّ نِسَائِكُمُ المُتَبَرِّجَاتُ المُتَخَيِّلاَتُ وَهُنَّ المُنَافِقَاتُ ، لاَ يَدْخُلْنَ الجَنَّةَ إلاَّ مِثْلَ الغُرَابِ الأعْصَمِ))
“Sebaik-baik wanita kalian adalah yang memiliki kasih sayang, subur (banyak anak), suka menghibur dan siap melayani, bila mereka bertakwa kepada Allah. Dan sejelek-jelek wanita kalian adalah wanita pesolek dan penghayal mereka itu adalah wanita-wanita munafik, mereka tidak akan masuk surga kecuali seperti ghurab a’sham.”
Yang dimaksud ghurab a’sham adalah burung gagak yang memiliki cakar dan kaki merah, pertanda minimnya wanita masuk surga, karena burung gagak yang memiliki sifat seperti ini sangat jarang ditemukan.

• Tabarruj mengoyak tirai pelindung dan membuka aib.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda:
((أيَّمَا امْرَأَةٍ وَضَعَتْ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا، فَقَدْ هَتَكَتْ سِتْرَ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ))
“Siapa saja di antara wanita yang menanggalkan pakaian-nya di selain rumah suaminya, maka ia telah mengoyak tirai pelindung antara dirinya dan Allah Azza wa Jalla.”

• Tabarruj adalah perbuatan keji.

Wanita itu adalah aurat, dan membuka aurat adalah keji dan dibenci. Allah Shalallahu ‘alaihi wassalamberfirman:
وَإذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إنَّ اللهَ لاَ يَأْمُرُ بِالفَحْشَاءِ
“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakan-nya.” Katakanlah: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” (Q.S. Al-A’raf: 28)
Sebenarnya setanlah yang memerintahkan manusia melakukan perbuatan keji itu, sebagaimana firman Allah:
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالفَحْشَاءِ
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir).” (Q.S. Al-Baqorah: 268)

• Tabarruj adalah ajaran iblis

Sesungguhnya kisah Adam dengan Iblis memberikan gambaran kepada kita bagaimana musuh Allah, Iblis itu membuka peluang untuk melakukan perbuatan dosa dan mengoyak tirai pelindung dan bahwa Tabarruj itulah tujuan asasi baginya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا
“Hai anak Adam! Janganlah kamu sekali-kali dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.” (Q.S. Al-A’raf: 27)
Jadi iblislah yang mengajak kepada Tabarruj dan buka-bukaan. Dialah pemimpin utama bagi para pencetus apa yang dikenal dengan Tahrirul Mar’ah (pembebasan wanita).

• Tabarruj adalah jalan hidup orang-orang Yahudi.

Orang-orang Yahudi memiliki peran yang sangat besar dalam menghancurkan umat ini melalui wanita, dan kaum wanita sejak dulu memiliki pengalaman di bidang ini, di mana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda:
((فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ ، فَإنَّ أوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إسْرَائِيلَ كَانَتْ في النِّسَاءِ))
“Takutlah pada dunia dan takutlah pada wanita karena fitnah pertama pada Bani Israel adalah pada wanita.”

• Tabarruj adalah Jahiliyah busuk.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah.” (Q.S. Al-Ahzab: 33)

Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam telah menyifati ajakan Jahiliyah sebagai ajakan busuk dan kotor. Jadi ajakan Jahiliyah adalah saudara kandung Tabarruj Jahiliyah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
((كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أمْرِ الجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ تَحْتَ قَدَمِي))
“Semua yang merupakan perkara Jahiliyah tersimpan di bawah telapak kakiku.”
Baik itu bernama Tabarruj Jahiliyah, ajakan Jahiliyah ataupun kesombongan Jahiliyah.

• Tabarruj adalah keterbelakangan.

Buka-bukaan dan telanjang adalah fitrah hewan ternak, tidak seorangpun yang condong kepadanya kecuali dia akan terperosok jatuh ke derajat yang paling rendah dari pada derajat manusia yang telah dimuliakan Allah. Dari sini nampaklah bahwa Tabarruj adalah tanda kerusakan fitrah, ketiadaan ghirah dan mati rasa:

Anda mengangkat baju hingga lutut

Demi Tuhanmu, sungai apa yang akan anda seberangi

Baju itu bagaikan naungan di waktu pagi

Yang semakin pendek, waktu demi waktu

Anda mengira bahwa laki-laki itu tidak memiliki perasaan

Padahal anda sendiri yang mungkin tidak punya perasaan

• Tabarruj adalah pintu adzab yang merata.

Seseorang yang memperhatikan nash-nash syare’at dan sejarah (Islam) akan meyakini adanya kerusakan yang ditimbulkan oleh Tabarruj dan bahayanya atas agama dan dunia, apalagi bila diperparah dengan Ikhtilath (percampurbauran antara laki-laki dan wanita).

Akibat dan bahaya Tabarruj
yang menakutkan

Wanita-wanita yang melakukan Tabarruj berlomba-lomba menggunakan perhiasan yang diharamkan untuk menarik perhatian kepadanya. Sesuatu yang justru akan merusak akhlak dan harta serta menjadikan wanita sebagai barang hina yang diperjualbelikan, dan di antara bahayanya adalah:
1. Rusaknya akhlak kaum lelaki khususnya para pemuda yang terdorong melakukan zina yang diharamkan ini.
2. Memperdagangkan wanita sebagai sarana promosi atau untuk meningkatkan usaha perdagangan dan sebagainya.
3. Mencelakakan diri wanita sendiri, karena Tabarruj itu menunjukkan niat jelek dari apa yang ia suguhkan untuk menggoda orang-orang jahat dan bodoh.
4. Tersebarnya penyakit, seperti sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :
(( لَمْ تَظْهَرِ الفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالأوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ فِي أسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا ))
“Tidaklah suatu perbuatan zina itu nampak pada suatu kaum hingga mereka mengumumkannya kecuali akan tersebar di antara mereka penyakit menular dan penyakit-penyakit lain yang belum pernah ada pada orang-orang dulu.”
5. Mempermudah mata melakukan maksiat, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalambersabda: “Kedua mata zinanya adalah melihat.” Serta menyulitkan ketaatan ghadhul bashar (menundukkan pandangan) yang merupakan sesuatu yang lebih berbahaya dari ledakan bom atom dan gempa bumi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu dengan sehancur-hancurnya.” (Q.S. Al-Isra’: 16)

Dalam hadits juga disebutkan:
((إنَّ النَّاسَ إذَا رَأَوْا المُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيِّرُوهُ أوْشَكَ أنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعَذَابٍ))
“Sesungguhnya manusia bila melihat kemungkaran dan tidak merubahnya, dikhawatirkan Allah akan menimpakan mereka adzab.”

Wahai ukhti muslimah! Tidakkah anda memperhatikan hadits nabi : “Buanglah duri dari jalan kaum muslimin.” Dan bila membuang duri dari jalan termasuk cabang iman, maka duri manakah yang lebih berat, batu di jalan atau fitnah yang merusak hati, menerbangkan akal dan menyebarkan kekejian di antara orang-orang mu’min.
Sesungguhnya tidaklah seorang lelaki muslim terkena fitnah pada hari ini karena anda yang telah memalingkannya dari mengingat Allah dan menghalanginya dari jalan yang lurus -padahal anda sanggup mencegahnya dari fitnah itu- kecuali di hari esok nanti Allah akan menghukum anda dengan adzab yang sangat pedih.

Segeralah taat kepada Allah, tinggalkan kritikan dan ejekan manusia, karena perhitungan Allah kelak sangat ketat.


Baca Lebih Lanjut...

FATWA ULAMA "RAMBUT WANITA"

Penulis: Fatwaonline.com

Apa hukumnya wanita yang menyambung rambutnya dengan rambut tambahan (wig/sanggul/konde, red) ?

Jawab:
Alhamdulillah, kaum wanita diharamkan/dilarang menyambung rambut mereka dengan rambut tambahan(wig/sanggul, red) atau dengan benda lainnya yang menyerupai rambut. Berdasarkan dalil-dalil yang melarang hal tersebut. (“Hadits Asma binti Abu Bakar radiyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya (Muttafaqun 'alaihi)", red)


Dan disisi Allah-lah seluruh kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita (Shalallahu `alaihu wasallam) dan keluarganya dan sahabatnya.

Komite Tetap untuk Riset Islam Dan Fatawa Saudi Arabia

Ketua : Syaikh 'Abdul 'Aziz Ibn Abdullah Ibn Baz
Wakil : Syaikh 'Abdur-Razaq ' Afifi
Anggota : Syaikh ' Abdullah Ibn Ghudayyan

Fataawa al-Lajnah ad-Daimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah Wal-Iftaa Saudi Arabia,- Jilid 5, Halaman 193, Pertanyaan nomor 10 dari fatwa No. 9850; Fatawa wa Ahkaam fi Sya'r an-Nisaa- Pertanyaan 5 Halaman 8.

(Diterjemahkan dari http://www.fatwa-online.com/fataawa/womensissues/beautification/bea001/0020106_1.htm)

Pertanyaan :
Apa hukumnya jambul yang digunakan oleh sebagian wanita? Yaitu jambul rambut dari atas dahi yang dipintal beberapa helai kemudian dibiarkan terulur ke depan?

Jawaban:
Alhamdulillah, jika tujuan memakai jambul seperti itu untuk menyerupai wanita-wanita kafir dan sesat maka hukumnya jelas haram. Sebab tasyabbuh (meniru-niru) non muslim hukumnya haram. Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam : "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka."

Adapun jika tujuannya bukan untuk menyerupai mereka, namun hanya sebatas model yang sedang populer di kalangan wanita, maka menurut kami hal itu boleh, selama hal itu tergolong perhiasan yang dipakai untuk berhias diri di hadapan suami dan dapat menaikkan kedudukannya bila dipakai di hadapan teman-teman sebayanya. (Fatawa Lajnah Daimah V/181)

Pertanyaan :
Apa hukumnya wanita yang memendekkan rambutnya karena darurat, misalnya kaum wanita di kerajaan Inggris beranggapan bahwa mencuci rambut panjang adalah suatu hal yang sulit bagi mereka khususnya pada musim dingin, oleh karena itu mereka memendekkan rambut mereka.

Jawab:

Alhamdulillah, mereka dibolehkan memendekkan rambut sesuai kebutuhan jika kondisinya seperti yang diceritakan di atas tadi. Adapun jika mereka memotongnya dengan motif meniru wanita-wanita kafir tentu saja tidak dibolehkan. Berdasarkan hadits nabi yang berbunyi: "Barangsiapa menyerupai satu kaum maka ia termasuk golongan mereka." (Fatawa Lajnah Daimah V/182)

Pertanyaan: Isteriku mengeluh rambutnya banyak yang rontok dan telah dikatakan kepadanya untuk memendekkannya, hal ini akan mengurangi yang rontok (dari rambut). Apakah hal ini diperbolehkan ?

Jawaban : Jika keadaannya seperti disebutkan, maka diperbolehkan (untuk memotong rambut menjadi pendek) karena hal ini akan mencegah kemudharatan lebih lanjut.

Dan disisi Allah-lah seluruh kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita (Shalallahu `alaihu wasallam) dan keluarganya dan sahabatnya.

Komite Tetap untuk Riset Islam Dan Fatawa Saudi Arabia

Ketua : Syaikh 'Abdul 'Aziz Ibn Abdullah Ibn Baz
Wakil : Syaikh 'Abdur-Razaq ' Afifi
Anggota : Syaikh ' Abdullah Ibn Ghudayyan
Anggota : Syaikh ' Abdullah Ibn Qu'ud

Fataawa al-Lajnah ad-Daimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah Wal-Iftaa Saudi Arabia,- Jilid 5, Halaman 182, Pertanyaan nomor 1 dari fatwa No. 6259; Fatawa wa Ahkaam fi Sya'r an-Nisaa- Pertanyaan 28, Halaman 33.

(Diterjemahkan dari http://www.fatwa-online.com/fataawa/womensissues/beautification/bea001/0020622.htm)

Pertanyaan :
Bagaimana hukum mengenai seorang perempuan yang memakai rambut palsu (wig/sanggul/konde) dalam rangka mempercantik dirinya untuk suaminya?

Jawaban :
Memang masing-masing pasangan harus mempercantik dirinya (si pria) atau dirinya (si wanita) untuk pasangannya, dalam rangka menyenangkan pasangannya dan memperkuat perasaan (kasih/cinta, red) diantara keduanya.

Bagaimanapun, hal ini harus dilakukan dengan cara yang tercakup dalam batas syariah sehingga tidaklah terlarang. Adapun memakai rambut palsu (wig/sanggul/konde, red) adalah model yang diprakarsai wanita-wanita non-Muslim dan menjadi cara yang ngetrend/populer dalam upaya untuk mereka mempercantik diri. Jika wanita muslimah memakai dan mempercantik dirinya dengan itu, sekalipun hanya untuk (didepan, red) suaminya, maka dia sedang meniru wanita-wanita kafir dan Nabi telah melarangnya. Beliau berkata (Barangsiapa menyerupai satu kaum maka ia termasuk golongan mereka.)

Terlebih lagi, hal tersebut sama artinya "menyambung rambut palsu atas seseorang". Nabi (Shalallaahu `alaihi wassallam) telah melarang perbuatan tersebut dan mengutuk orang yang melakukannya. (“Hadits Asma binti Abu Bakar radiyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/sanggul/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya (Muttafaqun 'alaihi)", red)

Dan disisi Allah-lah seluruh kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita (Shalallahu `alaihu wasallam) dan keluarganya dan sahabatnya.

Komite Tetap untuk Riset Islam Dan Fatawa Saudi Arabia, Fatawa Al-Mar'ah

(Diterjemahkan dari http://www.fatwa-online.com/fataawa/womensissues/beautification/bea001/0000206_13.htm)

Pertanyaan:
Apakah diperbolehkan untuk seorang perempuan untuk menggunakan rambut palsu guna mempercantik dirinya untuksuami nya? Apakah ini termasuk dari larangan menyambung rambut ke rambut seseorang?

Jawaban :
Rambut palsu terlarang dan dikategorikan suatu model menyambung rambut ke rambut seseorang. Walaupun tidaklah sama persis, namun hal itu membuat rambut perempuan nampak lebih panjang dan menjadi mirip menyambung rambut. Nabi (Shalallaahu `alaihi wasallam) telah melaknat pekerja yang menyambung rambut demikian juga atas seseorang yang meminta disambungkan. (Hadits Asma binti Abu Bakar radiyallahu 'anha, “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya), red). Namun, jika seorang wanita tidak mempunyai rambut dikepalanya sama sekali, sebagai contoh, dia seorang yang botak, maka dia boleh menggunakan suatu rambut palsu untuk menutupi seluruh cacatnya, karena adanya pertimbangan diizinkan untuk menghilangkan cacat. Sebagai contoh, Nabi (Shalallaahu `alaihi wasallam) yang telah membolehkan seorang laki-laki yang mempunyai hidungnya terpotong dalam suatu pertempuran, untuk memakai hidung palsu emas. Kasusnya dapat lebih fleksibel dibanding itu. Yakni bisa juga meliputi permasalahan menjalani perawatan plastik (bedah plastik, red) untuk memperbaiki hidung yang kecil dan sebagainya. Bagaimanapun, proses mempercantik tidaklah sama halnya menghilangkan cacat. Jika masalahnya berkenaan penghilangan cacat, maka tidak ada kejelekan didalamnya, seperti ketika hidung bengkok dan perlu diluruskan atau menghilangkan tanda/tahi lalat. Tidak ada kejelekan dalam tindakan yang demikian. Akan tetapi, bukanlah termasuk menghilangkan cacat, seperti pembuatan tatoo (rajah) atau menghilangkan rambut alis mata, hal itu terlarang. (Allah melaknat wanita yang membuat tato, wanita yang minta dibuatkan tato, wanita yang mencabut alisnya, wanita yang minta dicabutkan alisnya, dan melaknat wanita yang mengikir giginya untuk tujuan memperindahnya, wanita yang merubah ciptaan Allah Azza wa Jalla.” (HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu), red). Penggunaan rambut palsu, walau dengan ijin dan persetujuan suami, adalah terlarang ijin atau persetujuan didalam berbagai hal yang Allah telah melarangnya.

(Syaikh Ibn 'Utsaimin, Fataawa Al-Mar'ah)

http://www.fatwa-online.com/fataawa/womensissues/beautification/bea001/0000206_38.htm

Pertanyaan :
Sebagian kaum wanita pergi ke salon untuk memperindah alis mata mereka. Lalu pekerja/perias salon itu mencukur atau menggunting sebagian bulu alisnya, bagaimanakah hukumnya?

Jawaban:
Alhamdiulillah, menggunting bulu alis atau merapikannya dengan mencukur bagian-bagian tertentu untuk memperindah alis mata seperti yang dilakukan sebagian kaum wanita hukumnya haram. Karena hal itu termasuk mengubah ciptaan Allah dan mengikuti setan yang selalu memperdaya manusia supaya mengubah ciptaan Allah. Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا ﴿١١٦﴾ إِنْ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ إِلاَّ إِنَاثًا وَإِنْ يَدْعُونَ إِلاَّ شَيْطَانًا مَرِيدًا ﴿١١٧﴾ لَعَنَهُ اللَّهُ وَقَالَ لَأَتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا ﴿١١۸﴾ وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ الأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا ﴿١١۹﴾ [النساء: ١١٦ - ١١۹]
[116] Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. [117] Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka, [118] yang dila`nati Allah dan syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya), [119] dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. [QS An Nisaa: 116 - 119]

Diriwayatkan dalam Kitab Ash-Shahih (Al-Bukhari dan Muslim) dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu bahwa ia berkata: "Semoga Allah melaknat wanita-wanita yang mentatoo dirinya atau meminta ditattokan, yang mencukur bulu alisnya atau meminta dicukurkan, yang mengikir giginya supaya kelihatan indah dan mengubah ciptaan Allah." Kemudian beliau berkata: "Mengapa aku tidak melaknat orang-orang yang telah dilaknat oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasaallam dalam Kitabullah, yakni firman Allah:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٧﴾ [الحشر: ٧]
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. [QS Al Hasyr: 7]. (Fatawa Lajnah Daimah V/179)

Pertanyaan :
Apa hukumnya wanita mengenakan sanggul/konde untuk berhias di hadapan suaminya?

Jawaban:
Alhamdulillah, suami maupun istri mesti berhias diri untuk pasangannya dengan perhiasan yang menambah rasa cinta dan memperkuat hubungan antara keduanya. Akan tetapi dalam koridor-koridor yang dibolehkan syariat Islam, bukan yang diharamkannya. Perhiasan yang disebut sanggul/konde itu pertama kali muncul dan populer di kalangan wanita non muslim yang mereka kenakan untuk berhias hingga menjadi ciri khas mereka. Memakainya untuk berhias meskipun di hadapan suaminya termasuk menyerupai wanita-wanita kafir. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam telah melarang hal itu. Beliau bersabda: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka."


Baca Lebih Lanjut...

SEPUTAR RAMBUT WANITA -SANGGUL (I)

Penulis: Lajnah ad-Daimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah

Pertanyaan :
Apa hukumnya wanita yang menyambung rambutnya dengan rambut tambahan (wig/sanggul/konde, red) ?

Jawaban :
Alhamdulillah, kaum wanita diharamkan/dilarang menyambung rambut mereka dengan rambut tambahan(wig/sanggul, red) atau dengan benda lainnya yang menyerupai rambut. Berdasarkan dalil-dalil yang melarang hal tersebut. (“Hadits Asma binti Abu Bakar radiyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya (Muttafaqun 'alaihi)", red)


Dan disisi Allah-lah seluruh kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita (Shalallahu `alaihu wasallam) dan keluarganya dan sahabatnya.

Komite Tetap untuk Riset Islam Dan Fatawa Saudi Arabia
Ketua : Syaikh 'Abdul 'Aziz Ibn Abdullah Ibn Baz
Wakil : Syaikh 'Abdur-Razaq ' Afifi
Anggota : Syaikh ' Abdullah Ibn Ghudayyan

Fataawa al-Lajnah ad-Daimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah Wal-Iftaa Saudi Arabia,- Jilid 5, Halaman 193, Pertanyaan nomor 10 dari fatwa No. 9850; Fatawa wa Ahkaam fi Sya'r an-Nisaa- Pertanyaan 5 Halaman 8. (aa)

(Diterjemahkan dari http://www.fatwa-online.com/fataawa/womensissues/beautification/bea001/0020106_1.htm) Pertanyaan :

Bagaimana hukum mengenai seorang perempuan yang memakai rambut palsu (wig/sanggul/konde) dalam rangka mempercantik dirinya untuk suaminya?


Jawaban :

Memang masing-masing pasangan harus mempercantik dirinya (si pria) atau dirinya (si wanita) untuk pasangannya, dalam rangka menyenangkan pasangannya dan memperkuat perasaan (kasih/cinta, red) diantara keduanya.


Bagaimanapun, hal ini harus dilakukan dengan cara yang tercakup dalam batas syariah sehingga tidaklah terlarang. Adapun memakai rambut palsu (wig/sanggul/konde, red) adalah model yang diprakarsai wanita-wanita non-Muslim dan menjadi cara yang ngetrend/populer dalam upaya untuk mereka mempercantik diri. Jika wanita muslimah memakai dan mempercantik dirinya dengan itu, sekalipun hanya untuk (didepan, red) suaminya, maka dia sedang meniru wanita-wanita kafir dan Nabi telah melarangnya. Beliau berkata (Barangsiapa menyerupai satu kaum maka ia termasuk golongan mereka.)


Terlebih lagi, hal tersebut sama artinya "menyambung rambut palsu atas seseorang". Nabi (Shalallaahu `alaihi wassallam) telah melarang perbuatan tersebut dan mengutuk orang yang melakukannya. (“Hadits Asma binti Abu Bakar radiyallahu 'anha, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/sanggul/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya (Muttafaqun 'alaihi)", red)


Dan disisi Allah-lah seluruh kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita (Shalallahu `alaihu wasallam) dan keluarganya dan sahabatnya. (aa)

Komite Tetap untuk Riset Islam Dan Fatawa Saudi Arabia, Fatawa Al-Mar'ah


(Diterjemahkan dari http://www.fatwa-online.com/fataawa/womensissues/beautification/bea001/0000206_13.htm)


Pertanyaan:
Apakah diperbolehkan untuk seorang perempuan untuk menggunakan rambut palsu guna mempercantik dirinya untuksuami nya? Apakah ini termasuk dari larangan menyambung rambut ke rambut seseorang?


Jawaban :
Rambut palsu terlarang dan dikategorikan suatu model menyambung rambut ke rambut seseorang. Walaupun tidaklah sama persis, namun hal itu membuat rambut perempuan nampak lebih panjang dan menjadi mirip menyambung rambut. Nabi (Shalallaahu `alaihi wasallam) telah melaknat pekerja yang menyambung rambut demikian juga atas seseorang yang meminta disambungkan. (Hadits Asma binti Abu Bakar radiyallahu 'anha, “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/konde) dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya), red). Namun, jika seorang wanita tidak mempunyai rambut dikepalanya sama sekali, sebagai contoh, dia seorang yang botak, maka dia boleh menggunakan suatu rambut palsu untuk menutupi seluruh cacatnya, karena adanya pertimbangan diizinkan untuk menghilangkan cacat. Sebagai contoh, Nabi (Shalallaahu `alaihi wasallam) yang telah membolehkan seorang laki-laki yang mempunyai hidungnya terpotong dalam suatu pertempuran, untuk memakai hidung palsu emas. Kasusnya dapat lebih fleksibel dibanding itu. Yakni bisa juga meliputi permasalahan menjalani perawatan plastik (bedah plastik, red) untuk memperbaiki hidung yang kecil dan sebagainya. Bagaimanapun, proses mempercantik tidaklah sama halnya menghilangkan cacat. Jika masalahnya berkenaan penghilangan cacat, maka tidak ada kejelekan didalamnya, seperti ketika hidung bengkok dan perlu diluruskan atau menghilangkan tanda/tahi lalat. Tidak ada kejelekan dalam tindakan yang demikian. Akan tetapi, bukanlah termasuk menghilangkan cacat, seperti pembuatan tatoo (rajah) atau menghilangkan rambut alis mata, hal itu terlarang. (Allah melaknat wanita yang membuat tato, wanita yang minta dibuatkan tato, wanita yang mencabut alisnya, wanita yang minta dicabutkan alisnya, dan melaknat wanita yang mengikir giginya untuk tujuan memperindahnya, wanita yang merubah ciptaan Allah Azza wa Jalla.” (HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu), red). Penggunaan rambut palsu, walau dengan ijin dan persetujuan suami, adalah terlarang ijin atau persetujuan didalam berbagai hal yang Allah telah melarangnya. (aa)


(Syaikh Ibn 'Utsaimin, Fataawa Al-Mar'ah)


Baca Lebih Lanjut...

SEPUTAR RAMBUT WANITA - MODEL (II)

Penulis: Lajnah ad-Daimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah

Pertanyaan :

Apa hukumnya jambul yang digunakan oleh sebagian wanita? Yaitu jambul rambut dari atas dahi yang dipintal beberapa helai kemudian dibiarkan terulur ke depan?


Jawaban:
Alhamdulillah, jika tujuan memakai jambul seperti itu untuk menyerupai wanita-wanita kafir dan sesat maka hukumnya jelas haram. Sebab tasyabbuh (meniru-niru) non muslim hukumnya haram. Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam : "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka."

Adapun jika tujuannya bukan untuk menyerupai mereka, namun hanya sebatas model yang sedang populer di kalangan wanita, maka menurut kami hal itu boleh, selama hal itu tergolong perhiasan yang dipakai untuk berhias diri di hadapan suami dan dapat menaikkan kedudukannya bila dipakai di hadapan teman-teman sebayanya. (Fatawa Lajnah Daimah V/181)

Pertanyaan :
Apa hukumnya wanita yang memendekkan rambutnya karena darurat, misalnya kaum wanita di kerajaan Inggris beranggapan bahwa mencuci rambut panjang adalah suatu hal yang sulit bagi mereka khususnya pada musim dingin, oleh karena itu mereka memendekkan rambut mereka.

Jawab:
Alhamdulillah, mereka dibolehkan memendekkan rambut sesuai kebutuhan jika kondisinya seperti yang diceritakan di atas tadi. Adapun jika mereka memotongnya dengan motif meniru wanita-wanita kafir tentu saja tidak dibolehkan. Berdasarkan hadits nabi yang berbunyi: "Barangsiapa menyerupai satu kaum maka ia termasuk golongan mereka."
(Fatawa Lajnah Daimah V/182)

Pertanyaan:
Isteriku mengeluh rambutnya banyak yang rontok dan telah dikatakan kepadanya untuk memendekkannya, hal ini akan mengurangi yang rontok (dari rambut). Apakah hal ini diperbolehkan ?

Jawaban :
Jika keadaannya seperti disebutkan, maka diperbolehkan (untuk memotong rambut menjadi pendek) karena hal ini akan mencegah kemudharatan lebih lanjut.

Dan disisi Allah-lah seluruh kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam atas Nabi kita (Shalallahu `alaihu wasallam) dan keluarganya dan sahabatnya.

Komite Tetap untuk Riset Islam Dan Fatawa Saudi Arabia

Ketua : Syaikh 'Abdul 'Aziz Ibn Abdullah Ibn Baz
Wakil : Syaikh 'Abdur-Razaq ' Afifi
Anggota : Syaikh ' Abdullah Ibn Ghudayyan
Anggota : Syaikh ' Abdullah Ibn Qu'ud

Fataawa al-Lajnah ad-Daimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah Wal-Iftaa Saudi Arabia,- Jilid 5, Halaman 182, Pertanyaan nomor 1 dari fatwa No. 6259; Fatawa wa Ahkaam fi Sya'r an-Nisaa- Pertanyaan 28, Halaman 33.


Baca Lebih Lanjut...

SEPUTAR RAMBUT WANITA - MODEL (III)

Penulis: Lajnah ad-Daimah lil-Buhuts al-'Ilmiyyah

Pertanyaan :
Sebagian kaum wanita pergi ke salon untuk memperindah alis mata mereka. Lalu pekerja/perias salon itu mencukur atau menggunting sebagian bulu alisnya, bagaimanakah hukumnya?


Jawaban:
Alhamdulillah, menggunting bulu alis atau merapikannya dengan mencukur bagian-bagian tertentu untuk memperindah alis mata seperti yang dilakukan sebagian kaum wanita hukumnya haram. Karena hal itu termasuk mengubah ciptaan Allah dan mengikuti setan yang selalu memperdaya manusia supaya mengubah ciptaan Allah. Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا ﴿١١٦﴾ إِنْ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ إِلاَّ إِنَاثًا وَإِنْ يَدْعُونَ إِلاَّ شَيْطَانًا مَرِيدًا ﴿١١٧﴾ لَعَنَهُ اللَّهُ وَقَالَ لَأَتَّخِذَنَّ مِنْ عِبَادِكَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا ﴿١١۸﴾ وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ الأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا ﴿١١۹﴾ [النساء: ١١٦ - ١١۹]

[116] Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. [117] Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala, dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah menyembah syaitan yang durhaka, [118] yang dila`nati Allah dan syaitan itu mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya), [119] dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. [QS An Nisaa: 116 - 119]

Diriwayatkan dalam Kitab Ash-Shahih (Al-Bukhari dan Muslim) dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu bahwa ia berkata: "Semoga Allah melaknat wanita-wanita yang mentatoo dirinya atau meminta ditattokan, yang mencukur bulu alisnya atau meminta dicukurkan, yang mengikir giginya supaya kelihatan indah dan mengubah ciptaan Allah." Kemudian beliau berkata: "Mengapa aku tidak melaknat orang-orang yang telah dilaknat oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasaallam dalam Kitabullah, yakni firman Allah:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٧﴾ [الحشر: ٧]

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. [QS Al Hasyr: 7]. (Fatawa Lajnah Daimah V/179)

Pertanyaan :
Apa hukumnya wanita mengenakan sanggul/konde untuk berhias di hadapan suaminya?

Jawaban:
Alhamdulillah, suami maupun istri mesti berhias diri untuk pasangannya dengan perhiasan yang menambah rasa cinta dan memperkuat hubungan antara keduanya. Akan tetapi dalam koridor-koridor yang dibolehkan syariat Islam, bukan yang diharamkannya. Perhiasan yang disebut sanggul/konde itu pertama kali muncul dan populer di kalangan wanita non muslim yang mereka kenakan untuk berhias hingga menjadi ciri khas mereka. Memakainya untuk berhias meskipun di hadapan suaminya termasuk menyerupai wanita-wanita kafir. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam telah melarang hal itu. Beliau bersabda: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka."

Dan juga sanggul tersebut digolongkan kepada hukum menyambung rambut, bahkan lebih berat dari itu. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam telah melarang hal tersebut dan melaknat pelakunya. (Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bahwa beliau bersabda : "Sesungguhnya Allah melaknat wanita-wanita yang menyambung rambutnya dan yang meminta disambungkan rambutnya, wanita-wanita yang bertatto dan yang meminta ditattokan untuknya." HR Al-Bukhari no:5477). (Fatwa Lajnah Daimah V/191.)


Baca Lebih Lanjut...

KHODIJAH BINTI KHUWAILID

Penulis: Majalah Salafy Edisi XIII/1417/1997

Istri Yang Tercinta
Wahai Muslimah…
Mengapa kita harus mencari panutan yang lain,
Kalau di hadapan kita ada sosok yang paling baik,
dan Mulia Ibu bagi orang Mukminin…
Istri yang setia lagi Taat…
Sebagai penentram hati sang suami…
dan sebaik-baik teladan bagi kaum wanita…


Simaklah sabda Rasulullah :
"Sebaik-baik wanita ialah Maryam binti Imran. Sebaik-baik wanita ialah Khadijah binti Khuwailid. (HR Muslim dari Ali bin Abu Thalib radiyallahu 'anhu).

"Dan sebaik -baik wanita dalam masanya adalah Khadijah”

Dialah Khadijah binti Khuwailid istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pertama. Ia lahir pada tahun 68 sebelum Hijrah. Hidup dan tumbuh serta berkembang dalam suasana keluarga yang terhormat dan terpandang, berakhlak mulia, terpuji, berkemauan tinggi, serta mempunyai akal yang suci, sehingga pada zaman jahiliyah diberi gelar “Ath-Thahirah”.

Khadijah adalah wanita kaya yang hidup dari usaha perniagaan. Dan untuk menjalankan perniagaannya itu ia memiliki beberapa tenaga laki-laki, diantaranya adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (sebelum beliau menjadi suaminya).

Sebenarnya Khadijah adalah wanita janda yang telah menikah dua kali. Pertama ia menikah dengan Zurarah At-Tamimi dan yang kedua menikah dengan Atid bin Abid Al-Makhzumi. Dan masing-masing wafat dengan meninggalkan seorang putera.

Pada masa jandanya, banyak tokoh Quraisy yang ingin mempersuntingnya. Namun ia selalu menolaknya. Dibalik semua itu, Allah memang telah mempersiapkan Khadijah binti khuwailid untuk menjadi pendamping Rasul-Nya yang terakhir, yakni Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk pembela dan penolong risalah yang beliau sampaikan.

Pada usianya yang ke empat puluh, beliau menikah dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada waktu itu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam belum diangkat menjadi rasul dan baru berusia 25 tahun.

Perbedaan usia tidaklah menimbulkan permasalahan bagi rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu membentuk rumah tangga dengannya tidak mempunyai isteri yang lainnya.

Pernikahannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikaruniai beberapa putera oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Qosim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fathimah. Namun putera beliau yang laki-laki meninggal dunia sebelum dewasa.

Suatu hari Khadijah mendapatkan suaminya pulang dalam keadaan gemetaran. Terpancar dari raut wajahnya kekhawatiran dan ketakutan yang sangat besar.

“Selimuti aku!…., Selimuti aku!…, “ seru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada isterinya. Demi melihat kondisi yang seperti itu, tidaklah membuat Khodijah menjadi panik. Kemudian diselimuti dan dicoba untuk menenangkan perasaan suaminya. Rasul pun segera menceritakan pada istrinya, kini tanpa disadarinya, tahulah ia bahwa suaminya adalah utusan Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan tenang dan lemah lembut, Khadijah berkata : ”Wahai putera pamanku, Demi Allah, dia tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sesungguhnya engkau termasuk orang yang selalu menyambung tali persaudaraan, berkata benar, setia memikul beban, menghormati dan suka menolong orang lain”. Tutur kata manis dari sang istri menjadikan beliau lebih percaya diri dan tenang. Khadijah, …sungguh mulia akhlaqmu.

Diawal permulaan Islam, peranan Khadijah tidaklah sedikit. Dengan setia ia menemani suaminya dalam menyampaikan Risalah yang diemban oleh beliau dari Rabb Subhanahu wa Ta’ala. Wanita pertama yang beriman kepada Allah ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya menuju jalan Rabb-Nya. Dia yang membantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengibarkan bendera Islam. bersama Rasulullah sebagai angkatan pertama. Dengan penuh semangat, Khadijah turut berjihad dan berjuang, mengorbankan harta, jiwa, dan berani menentang kejahilan kaumnya.

Khadijah seorang yang senantiasa menentramkan dan menghibur Rasul disaat kaumnya mendustakan risalah yang dibawa. Seorang pendorong utama bagi Rasul untuk selalu giat berda’wah, bersemangat dan tidak pantang menyerah. Ia juga selalu berusaha meringankan beban berat di pundak Rasul. Perhatikan pujian Rasul terhadap Khadijah :
“Dia (Khadijah) beriman kepadaku disaat orang-orang mengingkari. Ia membenarkanku disaat orang mendustakan. Dan ia membantuku dengan hartanya ketika orang-orang tiada mau”. (HR. Ahmad, Al-Isti’ab karya Ibnu Abdil Ba’ar)

Kebijakan, kesetiaan dan berbagai kebaikan Khadijah tidak pernah lepas dari ingatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan sampai Khadijah meninggal. Ia benar-benar seorang istri yang mendapat tempat tersendiri di dalam hati Rasulullah shallallalhu ‘alaihi wa sallam. Betapa kasih beliau kepada Khadijah, dapat kita simak dari ucapan ‘Aisyah . “Belum pernah aku cemburu terhadap istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyebut-nyebut namanya, bahkan adakalanya menyembelih kambing dan dibagikannya kepada kawan-kawan Khadijah. Bahkan pernah saya tegur, seakan-akan di dunia tidak ada wanita selain Khadijah, lalu Nabi menyebut beberapa kebaikan Khadijah, dia dahulu begini dan begitu, selain itu, aku mendapat anak daripadanya.”

Khadijah binti Khuwailid, wafat tiga tahun sebelum hijrah dalam usia 65 tahun. Kepergiaannya membuat kesedihan yang sangat mendalam di hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun umat Islam. Ia pergi menghadap Rabb-Nya dengan meninggalkan banyak kebaikan yang tak terlupakan.

Itulah Khadijah binti Khuwailid, yang Allah pernah menyampaikan peghormatan (salam) kepadanya dan Allah janjikan untuknya sebuah rumah di Syurga. Sebagaimana telah disebut dalam hadist dari Abu Hurairah: “Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, ini Khadijah datang kepada engkau dengan membawa bejana berisi lauk pauk atau makanan atau minuman. Apabila ia datang kepadamu, sampaikanlah salam kepadanya dari Tuhannya Yang Maha Mulia lagi Maha Agung dan juga dariku dan kabarkanlah berita gembira kepadanya mengenai sebuah rumah di surga yang terbuat dari mutiara di dalamnya tidak ada keributan dan kesusahan.” (HR Muslim dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu).

Wahai orang yang terperdaya, .. istana tersebut lebih baik dari pada gemerlapnya dunia yang telah memperdayakanmu. Dan ini adalah sebaik-baik kabar gembira dibanding dunia dan segala isinya. Tidakkah kalian ingin mendapatkannya pula?

Mudah-mudahan Allah memberikan balasan kepada Khadijah atas segala jasa dan kebaikanya dalam membela agama dan Rasul-Nya dengan balasan yang sebaik-baiknya, penuh kenikmatan dan kecemerlangan di dalam “istananya”.

Wallahu ‘alamu bisshowab.

Maraji' :
1. Al Lu'lu wal Marjan, Bab Keutamaan Khadijah radiyallahu 'anha, hadits ke 1573, 1577 dan 1575
2. Nurul Yaqin


Baca Lebih Lanjut...

SAUDAH BINTI ZAM'AH

Penulis: Majalah Salafy Edisi XIV/Syawwal/1417/1997

Namanya menggoreskan tinta emas dalam lembaran sejarah kaum muslimin. Dia wanita yang tabah. Keinginan menjadi pendamping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai wafatnya adalah bukti kesetiannya terhadap beliau. Dia adalah Saudah binti Zam’ah. Aku ingin sekali menjadi dirinya.


Saudah menikah pertama kali dengan Sakran bin Amr, saudara laki-laki Suhaili bin Amr Al-Amiri. Ia bersama suaminya adalah termasuk kelompok kaum muslimin yang berjumlah 8 orang dari Bani Amir yang hijrah ke Habasyah dengan meninggalkan harta-harta mereka. Mereka arungi laut penderitaan diatas keridhaan, rela atas kematian yang akan menghadangnya, demi kemenangan agama yang mulia ini. Dan sungguh bertambah keras siksa dan kesempitan yang dialaminya karena penolakan mereka terhadap kesasatan dan kesyirikan.

Tak lama kemudian setelah berakhirnya pengujian pengungsian di negeri Habasyah, ujian yang lainpun datang. Saudah harus kehilangan suaminya menghadap Sang Khaliq selama-lamanya. Maka jadilah ia seorang janda seiring dengan usianya yang mulai menapaki masa senja.

Hari-hari duka dilalui dengan ketabahan. Dan inilah yang membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa terkesan kepadanya serta bersedia membantu Saudah tak ubahnya seperti masa kedukaan yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak meninggalnya Khadijah Ummul Mukminin Ath-Thahirah. Wanita pertama yang beriman dikala manusia berada dalam kekafiran, yang mendermakan hartanya ketika manusia menahannya, dan melalui dialah Allah anugerahkan seorang putera.

Namun setelah masa-masa itu datanglah Khaulah binti Hakim kepada Rasulullah seraya bertanya:”Tidakkah engkau ingin menikah lagi, Ya Rasulullah?.” Dengan suara sedih dan duka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :”Siapakah yang akan menjadi istriku setelah Khadijah, ya Khaulah?” Khaulah berkata lagi :”Terserah padamu , ya Rasulullah.., engkau menginginkan yang gadis atau yang janda”. “Siapakah yang masih perawan?”, tanya Rasulullah kepada Khaulah. Khaulah pun menjawab :”Anak perempuan dari orang yang paling engkau cintai, ‘Aisyah binti Abu Bakar”. “Dan siapakah kalau janda?” tanya beliau. Khaulah menjawab: “Ia adalah Saudah binti Zam’ah, yang ia beriman kepadamu dan mengikutimu atas apa-apa yang kamu ada padanya”.

Akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dan tidak lama kemudian beliau menikahi Saudah menjadi pendamping kedua bagi beliau. Kehadirannya sebagai istri dalam rumah tangga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu membahagiakan hati beliau. Dan Saudah hidup bersendirian dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sekitar tiga tahun lebih. Beliau membantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan putri-putri beliau.

Setelah selama tiga tahun baru kemudian datang lah ‘Aisyah ke rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan disusul istri-istri beliau yang lain seperti Hafshah, Zainab Ummu Salamah, dan lainnya.

Saudah memahami bahwa pernikahannya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam didasari karena rasa iba beliau kepadanya setelah kematian suaminya. Semua itu menjadi jelas ketika Nabi ingin menceraikannya secara baik-baik, sehingga ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan tentang keinginannya untuk talak (thalaq) Saudah, maka Saudah merasa se-akan-akan berada dalam mimpi yang buruk yang menyesakkan dadanya. Ia tetap ingin menjadi istri Sayyidul Mursalin sampai Allah membangkitkannya dirinya di hari kiamat kelak. Dengan suara yang lembut ia berbisik kepada suaminya: “Tahanlah aku, wahai Rasulullah dan demi Allah, aku berharap Allah membangkitkan aku di hari Kiamat dalam keadaan aku sebagai istrimu”. Kemudian ia memberikan hari-hari gilirannya untuk ‘Aisyah istri yang sangat disayangi beliau.

Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperkenankan permintaan wanita yang mempunyai perasaan baik ini. Sehingga Allah turunkan ayat tentang hal ini, yaitu dalam surat An-Nisa ayat 128 :

فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ
“….maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik.”

Rasulullah bersabda : "Tidak ada seorang wanita pun yang paling aku senangi menjadi orang sepertinya selain Saudah binti Zam`ah... (Hadis riwayat Muslim dari Aisyah radiyallahu 'anha).

"Kata Saudah: Wahai Rasulullah, aku berikan hariku kepada Aisyah radliyallahu 'anha. Jadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi waktu kepada Aisyah radliyallahu 'anha dua hari, sehari miliknya sendiri dan sehari lagi pemberian Saudah."(HR Muslim dari Aisyah radliyallahu 'anha)

Demikianlah Ummul Mukminin Saudah tinggal di rumah Nabi, dan beliau hari-harinya dengan keridhaan, ketenangan dan rasa syukur kepada Allah sampai kepergiannya menghadap Rabbnya dimasa pemerintahan Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu.

Wallahu ’alam bishshowwab

Maraji :
1. Nisa' Haular Rasul


Baca Lebih Lanjut...

AISYAH BINTI ABU BAKAR

Penulis: Majalah Salafy Edisi XV/Dzulqa’idah/1417/1997

Hari-hari indah bersama kekasih Allah dilalui dengan singkatnya ketabahan menghiasi kesendiriannya guru besar bagi kaumnya pendidikan kekasih Allah telah menempanya.

Dia adalah putri Abu Bakar Ash-Shiddiq , yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka memanggilnya “Humaira”. ‘Aisyah binti Abu Bakar Abdullah bin Abi Khafafah berasal dari keturunan mulia suku Quraisy.

Ketika umur 6 tahun, gadis cerdas ini dipersunting oleh manusia termulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan perintah Allah melalui wahyu dalam mimpi beliau.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan mimpi beliau kepada ‘Aisyah :”Aku melihatmu dalam mimpiku selama tiga malam, ketika itu datang bersamamu malaikat yang berkata : ini adalah istrimu. Lalu aku singkap tirai yang menyembunyikan wajahmu , lalu aku berkata sesungguhnya hal itu telah ditetapkan di sisi Allah.” (Muttafaqun ‘alaihi dari 'Aisyah radilayallahu 'anha)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha memulai hari-harinya bersama Rasulullah sejak berumur 9 tahun. Mereka mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang diliputi suasana Nubuwwah. Rumah kecil yang disamping masjid itu memancarkan kedamaian dan kebahagiaan walaupun tanpa permadani indah dan gemerlap lampu yang hanyalah tikar kulit bersih sabut dan lentera kecil berminyak samin (minyak hewan).

Di rumah kecil itu terpancar pada diri Ummul Mukminin teladan yang baik bagi istri dan ibu karena ketataatannya pada Allah, rasul dan suaminya. Kepandaian dan kecerdasannya dalam mendampingi suaminya, menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintainya. Aisyah menghibur Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintainya. Aisyah menghibur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sedih, menjaga kehormatan diri dan harta suami tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berda’wah di jalan Allah.

Aisyah radhiyallahu ‘anha juga melalui hari-harinya dengan siraman ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga ribuan hadist beliau hafal.

Aisyah radhiyallahu ‘anha juga ahli dalam ilmu faraid (warisan dan ilmu obat-obatan). Urmah bin Jubair putra Asma binti Abu Bakar bertanya kepada Aisya radhiyallahu ‘anha :” Wahai bibi, dari mana bibi mempelajari ilmu kesehatan?.” Aisyah menjawab :”Ketika aku sakit, orang lain mengobatiku, dan ketika orang lain sakit aku pun mengobatinya dengan sesuatu. Selain itu, aku mendengar dari orang lain, lalu aku menghafalnya.”

Selain keahliannya itu, Aisyah juga seorang wanita yang menjaga kesuciannya. Seperti kisah beliau sepulang dari perang Hunain, yang dikenal dengan haditsul ifqi. Ketika mendekati kota Madinah, beliau kehilangan perhiasan yang dipinjam dari Asma. Lalu dia turun untuk mencari perhiasan itu. Rombongan Rasulullah dan para sahabatnya berangkat tanpa menyadari bahwa Aisyah tertinggal. Aisyah menanti jemputan, dan tiba-tiba datanglah Sufyan bin Muathal seorang tentara penyapu ranjau. Melihat demikian, Sufyan menyabut Asma Allah lalu Sufyan turun dan mendudukkan kendaraanya tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya kemudian Aisyah naik kendaraan tersebut dan Sufyan menuntun kendaraan tersebut dengan berjalan kaki. Dari kejadian ini, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya menyebarkan kabar bohong untuk memfitnah ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha. Fitnah ini menimbulkan goncangan dalam rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi Allah yang Maha Tahu berkehendak menyingkap berita bohong tersebut serta mensucikan beliau dalam Al-Qur’anul Karim dalam surat An-Nur ayat 11-23.

Diantara kelebihan beliau yang lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih untuk dirawat di rumah Aisyah dalam sakit menjelang wafatnya. Hingga akhirnya Rasulullah wafat di pangkuan Aisyah dan dimakamkan dirumahnya tanpa meninggalkan harta sedikitpun. Ketika itu Aisyah radhiyallahu ‘anha berusia 18 tahun. Sepeninggal Rasulullah, Aisyah mengisi hari-harinya dengan mengajarkan Al-Qur’an dan Hadits dibalik hijab bagi kaum laki-laki pada masanya.

Dengan kesederhanaannya, beliau juga menghabiskan hari-harinya dengan ibadah kepada Allah, seperti puasa Daud. Kesederhanaan juga nampak ketika kaum muslimin mendapatkan kekayaan dunia, beliau mendapatkan 100.000 dirham. Saat itu beliau berpuasa, tetapi uang itu semua disedekahkan tanpa sisa sedikitpun. Pembantu wanitanya mengingatkan beliau :”Tentunya dengan uang itu anda bisa membeli daging 1 dirham buat berbuka?” Aisyah menjawab : ”Andai kamu mengatakannya tadi, tentu kuperbuat.”

Begitulah beliau yang tidak gelisah dengan kefakiran dan tidak menyalahgunakan kekayaan kezuhudannya terhadap dunia menambah kemuliaan.

Wallahu’alam bishowwab


Baca Lebih Lanjut...

NASIHAT BAGI KELUARGA MUSLIM DI BULAN RAMADHAN

Penulis: MUSLIMAH XXIII/Ramadhan/1418H/1998M

Alhamdulillah, segala puji dan sanjungan hanya milik Allah semata. Saat ini umat Islam tengah beroleh nikmat yang agung dari-Nya, yaitu bersua kembali dengan bulan Ramadhan yang telah meninggalkannya setahun yang lewat. Alhamdulillah, tak henti-henti bibir ini memuji-Nya, memohon bimbingan dan petunjuk-Nya hingga diri ini tegak, sabar, dan berhasil memetik maghfirah, barakah, dan seluruh nikmat yang Allah Subhanahu wa Ta'ala sediakan bagi hamba-Nya.


Menyambut Bulan Ramadhan
Umat Islam terbagi menjadi dua golongan dalam menyambut kedatangan Ramadhan :
1. Mereka yang menyambut dengan suka cita
Tak lain mereka adalah hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala yang faham dengan pemahaman yang bersih tentang syariat Allah, sehingga tatkala Ramadhan menjelang tibalah saat baginya untuk menaburkan benih amalan sebanyak-banyaknya dengan harapan kelak di akhirat ia akan menuai hasil yang berlipat. Hanya orang Mukmin saja yang mampu bersikap demikian. Mereka yakin apa yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Al Qur’an dan apa yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam hadits-haditsnya tentang keutamaan bulan Ramadhan. Keyakinan yang kokoh inilah yang memacu semangat mereka berlomba dengan saudaranya untuk mempersembahkan amal shalih sebanyak-banyaknya kepada Rabb-nya. Kaum Mukminin juga paham bahwa kelezatan dunia bersifat sementara, sehingga tatkala mereka harus berpisah dengannya, tidak menjadi murung dan bersedih serta malas-malasan dan putus asa. Mereka tahu bahwa kelezatan di akhirat adalah abadi dan hakiki.
2. Mereka yang menyambut Ramadhan dengan berat hati
Mereka adalah hamba dunia dan budak hawa nafsu. Mereka adalah manusia yang ragu akan kabar gembira dan ancaman dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka terpedaya dengan bisikan syaithan dan rayuan syahwat. Naudzubillahi min dzalik. Keadaan tersebut akan menjadikannya malas dan loyo beribadah. Puasa hanya berarti tidak makan, minum, dan jima' semata, tanpa memperhatikan aspek-aspek lainnya, berangkat shalat tarawih karena terpaksa dan malu kepada tetangga dan mereka melakukan perbuatan sia-sia lainnya.

Ingatlah wahai saudaraku!
Hidupmu di dunia hanya sementara, hidup yang abadi adalah di akhirat kelak. Jika engkau malas melakukan ketaatan, maka bekal apa yang engkau bawa menuju rumahmu yang abadi’ Jika engkau berat hati dan terpaksa melakukan kebajikan, maka amal apa yang mampu menyelamatkan kamu dari siksa neraka’ Pikirkanlah dengan hati lapang dan renungkan dengan hati yang jernih! Semoga Allah memberimu petunjuk.

Nasehat Bagi Keluarga Muslim Di Bulan Ramadhan
Masyarakat Islam terdiri dari kumpulan keluarga-keluarga Muslim. Maka untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang Islami harus dimulai dari pembentukan keluarga yang Islami, yaitu keluarga yang tegak di atas syariat Islam. Terwujudnya keluarga yang tegak di atas Islam memerlukan proses yang membutuhkan keuletan, keistiqamahan, dan kesabaran dari semua pihak, baik dari ayahnya, ibunya, dan anak-anaknya. Bulan Ramadhan merupakan saat yang tepat untuk merintis dan memulai proses menuju keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Karena pada bulan ini musuh bebuyutan manusia (yakni syaithan) dipersempit geraknya, dibelenggu oleh Allah Ta'ala :"Jika datang bulan Ramadhan, maka dibuka pintu-pintu Surga dan ditutup pintu-pintu Neraka, dan syaithan-syaithan dibelenggu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Tarbiyah Ilmiyah
Ingatlah wahai para orang tua akan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ﴿٦﴾ [التحريم: ٦]
[6] Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [QS At Tahriim: 6]

Ayat ini merupakan landasan untuk mengajari dan mendidik anggota keluarga, menyuruh mereka kepada ketaatan, dan amar ma'ruf nahi munkar. Kepala rumah tangga (ayah atau suami) mempunyai kewajiban untuk mendidik dan membimbing istri dan anak-anaknya menuju pemahaman Islam yang benar. Kepala rumah tangga harus dapat mencambuk semangat keluarganya bila didapatinya mereka malas dalam melakukan ibadah ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Janganlah seorang kepala rumah tangga membiarkan dirinya menjadi dayyuts, laki-laki banci yang tidak berani menegur anak istri ketika terjatuh dalam lumpur maksiat. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam telah bersabda :
"Tiga golongan manusia, tidak akan masuk Surga dan tidak akan dilihat Allah pada hari kiamat yaitu anak yang durhaka kepada orang tuanya, wanita yang berlagak seperti laki-laki dan menyerupainya, dan dayyuts." (HR. Al Hakim, ia berkata sanadnya shahih dan disepakati oleh Adz Dzahabi. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani, lihat Hijab Al Mar'ah Al Muslimah halaman 67)

Wahai saudaraku!
Hendaklah engkau pandai-pandai dalam memilih waktu untuk memberikan pendidikan kepada keluargamu. Dalam bulan Ramadhan ini pendidikan bisa dilakukan setelah makan sahur atau buka puasa atau waktu-waktu yang lain. Yang paling awal yang harus kau ajarkan kepada keluargamu adalah :
1. Ma'rifatullah (pengenalan yang benar terhadap Allah) mulai dari tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah, sampai tauhid Asma’ wa Shifat.
2. Ma'rifah Ar Rasul (pengenalan terhadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam) yaitu meliputi seluruh aspek yang diteladankan oleh beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (tidak hanya tahu hari dan tanggal lahirnya, nama ayah dan ibunya, serta kelahirannya semata).
3. Ma'rifah Ad Din Al Islam (pengenalan terhadap agama Islam) beserta dalil-dalilnya.
Ketiga perkara tersebut merupakan tonggak yang akan menopang tegaknya pendirian kaum Muslimin di tengah-tengah derasnya arus syubhat dan syahwat.

Tarbiyah Amaliyah
Ada beberapa amalan shalih yang menjanjikan pahala besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala pada bulan Ramadhan diantaranya :
a. Puasa Ramadhan
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١۸۳﴾ [البقرة: ١۸۳]
[183] Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, [QS Al Baqoroh: 183]
Hendaklah para orang tua memberi pengertian kepada anak-anaknya bahwa puasa di bulan Ramadhan adalah wajib dan berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya tanpa udzur syar'i. Untuk itu hendaklah meniatkan puasanya hanya semata-mata mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Barangsiapa puasa Ramadhan dengan iman dan benar-benar mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Wahai saudaraku!
Ada beberapa hal yang dapat engkau biasakan guna mendapatkan keutamaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala sekaligus sebagai upaya melatih keluargamu di bulan Ramadhan ini :
- Mendahulukan berbuka
Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Riyadlus Shalihin membawakan beberapa hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang mengisyaratkan disunnahkannya mendahulukan berbuka puasa, diantaranya :
"Selalu manusia itu berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebelum berbuka ingatkanlah keluargamu untuk berdoa sebagaimana yang dicontohkan teladan kita Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
[Dzahabadh Dhama'u wabtallatil 'uruqu wa tsabatal ajru, insya Allah ]
"Telah hilang dahaga dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, Insya Allah." (HR. Abu Dawud, lihat Hisnul Muslim nomor 168, Shahihul Jami’ 4/209)
Tegurlah mereka jika terlalu kenyang, karena mereka belum menegakkan shalat Maghrib, kekenyangan dalam makan akan mengganggu kekhusyu'an dalam shalat.
- Mengakhirkan sahur
Terjadi pada sebagian keluarga Muslim kebiasaan-kebiasaan yang berkenaan dengan makan sahur ini. Sebagian mereka tidak melakukannya dengan sengaja, sebagian lagi dikarenakan rasa malas bangun pada akhir malam, maka mereka makan sahur sebelum pergi tidur atau di tengah malam. Dua kebiasaan tersebut menyelisihi tuntunan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, maka menjadi tanggung jawabmu wahai para kepala keluarga untuk mengingatkan keluargamu dan membiasakannya dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Perhatikan sabda beliau berikut ini sebagai hujjah bagimu untuk membimbing keluargamu.
"Perbedaan antara puasa kami dan puasa ahli kitab yaitu makan sahur." (HR. Muslim 1096)
"Bersahurlah kalian, karena dalam sahur itu terdapat barakah." (HR. Muslim 1095)
Dua hadits di atas sebagai bantahan atas mereka yang meninggalkannya, sedang sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang diriwayatkan dari Anas radhiallahu 'anhu berkenaan dengan sunnahnya mengakhirkan sahur adalah : "Kami sahur bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, kemudian kami bangkit untuk shalat. Aku katakan kepadanya : Berapa lama antara keduanya’’ Ia menjawab : (Kira-kira orang membaca) lima puluh ayat." (HR. Muslim 1097)
- Tidak boros dalam makan dan minum
Berlebih-lebIhan adalah perkara yang mendatangkan kebencian dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena itu hendaklah para ibu rumah tangga bersikap sederhana, meskipun di siang hari tidak ada anggaran belanja yang dikeluarkan, namun janganlah menyusun anggaran belanja yang membengkak di sore hari.

b.Qiyamul Lail (Shalat Tarawih)
Qiyamul lail merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sangat berkesan dan membawa dampak positif bagi yang membiasakannya. Di bulan Ramadhan, shalat malam (yang kita kenal dengan shalat tarawih) merupakan amalan yang sangat dianjurkan, sampai kepada kita sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam :
"Barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan dengan iman dan mengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Pesan seorang ayah (suami) sangat penting bagi anak dan istrinya untuk membiasakan amalan ini. Dimana ia harus menjadi teladan di tengah-tengah keluarganya.
Merupakan pemandangan yang sering kita lihat di bulan Ramadhan yaitu ayah, ibu, dan anak-anaknya berangkat bersama menuju masjid melakukan shalat.

Ada beberapa hal yang harus engkau perhatikan wahai para pembina keluarga!
1. Shalat tarawih hukumnya adalah Sunnah bukan wajib, maka janganlah berkeyakinan wajibnya shalat tarawih, sehingga tatkala kalian terluput darinya penyesalan kalian lebih dari bila kalian terluput dari shalat fardlu yang lima. Karena itu ajari dan pahamkanlah keluargamu tentang masalah ini, bahwa shalat lima waktu adalah wajib sedang shalat Tarawih adalah Sunnah.
2. Allah dan Rasul-Nya mensyariatkan afdhalnya shalat tarawih berjamaah bersama imam di masjid, maka bimbinglah keluargamu untuk tunduk kepada syariat. Akan tetapi perlu diingatkan kepada para ibu dan remaja putri bahwa shalatnya di rumahnya lebih baik baginya daripada shalatnya di masjid kaumnya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : "Shalatmu di bilikmu lebih baik dari shalatmu di rumahmu, shalatmu di rumahmu lebih baik dari shalatmu di masjid kaummu dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik dari shalatmu di masjidku (masjid Nabawi)." (HR. Ibnu Khuzaimah dan dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albani)
Namun jika mereka ingin tetap shalat berjamaah di masjid, maka nasehatkan kepada mereka adab-adabnya, diantaranya :
- Keluar bersama mahramnya, demikian pula ketika kembali, maka haram bagi wanita keluar disertai laki-laki asing.
- Tidak tabaruj, berhias ala jahiliyah, menguraikan rambutnya dengan menenteng mukenanya, akan tetapi wajib baginya berbusana sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
- Tidak memakai minyak wangi.
- Segera pulang setelah shalat selesai, tidak duduk-duduk dan ngobrol di dalam masjid, atau jalan-jalan dengan bergerombolan. Hal ini adalah terlarang karena akan menimbulkan fitnah. (Telah nyata justru para wanita sekarang ini keluar khusus untuk sholat Tarawih dgn dandanan yg memikat, wewangian yang menebar pesona, red)
3. Meskipun shalat malam ini hukumnya sunnah, namun tetaplah engkau memberikan semangat kepada istri dan anakmu untuk melakukannya, dikarenakan keutamaannya yang besar di sisi Allah.
"Seutama-utama shalat setelah shalat fardlu adalah shalat malam." (HR. Muslim 1163)
4. Biasakanlah dirimu dan keluargamu untuk berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala baik di dalam shalat malam atau sesudahnya, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengabulkan doa dan permintaan hamba-Nya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
"Rabb kami Yang Maha Agung dan Tinggi turun di setiap malam ke langit dunia, ketika malam tersisa sepertiga yang akhir. Kemudian Dia berfirman : ‘Barang siapa berdoa kepada-Ku pasti akan Ku-kabulkan, barangsiapa meminta kepada-Ku, pasti Aku akan memberinya, barangsiapa memohon ampunan-Ku pasti Aku akan mengampuninya." (HR. Bukhari nomor 7494 dan Muslim nomor 758)

c. Tilawatul Qur'an dan Dzikrullah
Amal shalih lainnya sebagai cahaya penerang di setiap rumah keluarga Muslim adalah membaca Al Qur'an dan berdzikir kepada Allah, dua perkara yang ringan di bibir tetapi amat berat timbangannya kelak pada Yaumul Mizan.
Berkaitan dengan membaca Al Qur’an ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
"Bacalah Al Qur’an karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pembela bagi ahlinya." (HR. Muslim nomor 804)

Kesempatan emas bagi kalian, wahai para ibu! Yaitu engkau ajarkan Kalamullah ini kepada anak-anakmu di sela-sela kesibukanmu, niscaya engkau akan menjadi manusia yang terbaik dengan ketekunan dan kesabaranmu membimbing anak-anakmu membaca dan menghapal ayat-ayat-Nya. Bergembiralah dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam berikut ini : "Sebaik-baik kalian ialah yang belajar Al Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari nomor 5027, Abu Dawud dalam Sunan-nya nomor 1452 dan Tirmidzi nomor 2909)

Selain engkau ajarkan Al Qur'an kepada anak-anakmu, maka tak kalah pentingnya adalah engkau biasakan lidah mereka selalu basah dengan dzikrullah untuk menepis kebiasaan-kebiasaan jelek yang beredar di sekitarmu. Ingatkan dan bacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, diantaranya :
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا ﴿۳٥﴾ [الأحزاب: ۳٥]
[35] Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. [QS Al Ahzaab: 35]

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١۰﴾ [الجمعة: ١۰]
[10] Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. [QS Al Jumu'ah: 10]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan keutamaan dzikrullah. Adapun dari sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam diantaranya : "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman : Aku bersama hamba-Ku selama dia mengingat Aku, dan kedua bibirnya bergerak (untuk berdzikir) kepada-Ku." (HR. Ibnu Majah nomor 3792 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah nomor 3792)
"Tidaklah suatu kaum duduk untuk mengingat Allah Azza wa Jalla, melainkan mereka dinaungi oleh para malaikat dan diliputi oleh rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan para malaikat-Nya." (HR. Muslim nomor 2700)

Cukuplah kiranya dua hadits ini sebagai landasan bagimu untuk tetap membasahi bibirmu dengan dzikrullah dan sebagai pemacu bagimu untuk tekun dan telaten membimbing anak-anakmu untuk senantiasa berdzikir kepada Allah.

d. Istighfar dan Taubat
Istighfar adalah memohon ampunan yakni penjagaan dari jeleknya dosa dan menutupinya (dari dosa-dosa tersebut).
Allah Azza wa Jalla memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk istighfar sekaligus memuji hamba yang mau memohon ampunan kepada-Nya.
وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Dan mintalah kalian ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Muzammil : 20)
"Dan hendaklah kalian meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya." (Hud : 3)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
"Wahai manusia bertaubatlah kepada Allah dan istighfarlah kepada-Nya, maka sungguh aku bertaubat seratus kali setiap hari." (HR. Muslim nomor 2702)
Pintu taubat tetap terbuka hingga matahari terbit dari barat.
"Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat maka Allah akan menerima taubatnya." (HR. Muslim nomor 2703)

Sedang orang yang tidak mau taubat merekalah orang-orang yang dhalim.
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim." (Al Hujurat : 11)

e. Shadaqah
Jadikanlah bulan Ramadhan ini untuk memperbanyak shadaqah dan infaq fi sabilillah, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala mencintai hamba-Nya yang dermawan, murah hati, dan selalu terbuka tangannya untuk memberi. Namun hendaknya engkau perhatikan wahai kepala keluarga bahwa syarat diterimanya shadaqah adalah dari usaha yang halal!
"Sesungguhnya Allah itu Maha Bagus, Allah tidak akan menerima kecuali yang bagus (halal)." (HR. Muslim nomor 1015)
Maka hendaknya kalian mampu menahan diri dari usaha-usaha yang haram, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menyelamatkan diri kalian dari jeleknya dosa. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :
"Dan shadaqah itu bisa memadamkan kesalahan (dosa) sebagaimana air memadamkan api." (HR. Tirmidzi nomor 2616, ia berkata hadits hasan shahih dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi nomor 2110)

f. Menyambut Lailatul Qadar
Diantara keutamaan bulan Ramadhan adalah adanya Lailatul Qadar.Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam juga menganjurkan kepada umatnya agar memperbanyak amal-amal kebaikan pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan.
Aisyah Ummul Mukminin radhiallahu 'anha mengabarkan : "Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, bila masuk malam-malam sepuluh yang terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau) menghidupkan malam, membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya (yakni tidak menggauli istri-istrinya)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Wahai saudaraku! Semoga Allah merahmatimu. Itulah beberapa amal shalih yang hendaknya kita hidupkan di rumah-rumah kita, kita jadikan amalan tersebut sebagai aktifitas seluruh anggota keluarga kita, dan mudah-mudahan ini merupakan langkah awal yang mendapat keridlaan Allah untuk melangkah selanjutnya. Sebagai penutup risalah ini akan disebutkan beberapa hal sebagai peringatan bagi kita semua kaum Muslimin yang mendambakan ridla dan Surga Allah Subhanahu wa Ta'ala.
1. Jangan bermalas-malasan di bulan mulia ini, jangan memenuhi hari dengan tidur mendengkur sepanjang siang hingga shalat jamaah terlewatkan, membaca Al Qur’an terlupakan. Kalau ada yang berdalih dengan hadits : "Orang yang berpuasa tetap di dalam ibadah meskipun dia tidur di atas tempat tidurnya." (HR. Ad Dailami)

Ketahuilah! Bahwa hadits tersebut adalah dlaif bahkan maudlu' (palsu) dikarenakan adanya rawi yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Suhail. Dia adalah pemalsu hadits (lihat kitab Silsilah Ahadits Dlaif wal Maudlu'ah nomor 653).
2. Untuk para ibu atau remaja putri, dibolehkan mencicipi makanan untuk mengetahui asin atau manisnya, dengan syarat tidak menelannya meskipun hanya sedikit. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Abdullah bin Abbas radhiallahu 'anhuma :
"Tidak mengapa mencicipi cuka atau sesuatu selama tidak masuk ke kerongkongannya, sedang dia dalam keadaan puasa." (HR. Ibnu Abi Syaibah 3/47 dan Baihaqi 4/261 dengan sanad hasan. Lihat Shifat Shaum Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam halaman 55, Syaikh Ali Hasan)
3. Bagi para suami, boleh mencium istrinya dan bersenang-senang dengannya dengan syarat kuat menahan syahwatnya (tidak sampai bersetubuh dengan istrinya). Berkata Aisyah radhiallahu 'anha :
"Adakalanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mencium dan bersenang-senang dengan istrinya sedang beliau berpuasa, dan beliau sangat kuat menahan syahwatnya." (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Al Lu'lu wal Marjan nomor 676)
Jika engkau dapat berbuat seperti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam maka lakukanlah, namun jika engkau termasuk laki-laki yang mudah bangkit syahwatnya maka tinggalkanlah perbuatan tersebut untuk sementara, dan bisa kau lakukan di malam harinya. Hati-hatilah dari perkara ini, karena jika engkau terpeleset sungguh besar akibatnya yaitu wajib bagimu membayar kafarah yang telah ditetapkan oleh syariat dan wajib mengqadla’ puasa.
4. Kuperingatkan bagimu wahai para orang tua, yaitu awasi kegiatan anak-anakmu di bulan Ramadhan. Jika mereka melakukan perbuatan sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian dari muda-mudi Islam saat ini, seperti berjalan-jalan selepas shalat Shubuh, atau ngobrol di masjid dengan lawan jenisnya secara berkelompok-kelompok atau bahkan hanya berdua atau kebiasaan-kebiasaan lainnya yang melanggar syariat, maka wajib bagimu untuk menegurnya, memperingatkannya, dan mengancamnya dengan ancaman adzab yang dahsyat di sisi Rabb-nya. Berilah mereka kesibukan-kesibukan yang mendidiknya, seperti menghapal ayat-ayat Al Qur'an atau hadits-hadits Nabi atau perbuatan khair lainnya yang akan mendatangkan manfaat dan menolak madlarat. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa menolongmu dan kita semua menuju ketaatan kepada-Nya.

Mudah-mudahan tulisan ini menjadi amal shalih yang ikhlas hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata dan mendatangkan manfaat bagi kita semuanya. Amin Ya Mujibas Sailin.
Wallahu A'lam Bis Shawab.


Baca Lebih Lanjut...

SHOLATNYA WANITA DI MASJID

Penulis: MUSLIMAH XXXII/1420/1999/Kajian Kita
.: :.
Hadirnya Wanita Dalam Shalat Berjamaah di Masjid

Sejak zaman Nubuwwah, kehadiran wanita dalam shalat berjamaah di masjid bukanlah sesuatu yang asing. Dalam artian, diantara shahabiyah ada yang ikut menghadiri shalat berjamaah di belakang para shahabat walaupun itu tidak wajib bagi mereka. (Lihat kembali Salafy edisi IX/Rabiul Akhir 1417/1996 rubrik Ahkam yang membahas tentang hukum shalat berjamaah bagi wanita dan lihat pula edisi XVI/Dzulhijjah 1417/1997 rubrik Kajian Kali Ini).


Ada beberapa dalil dari sunnah yang shahihah yang menunjukkan keikutsertaan wanita dalam shalat berjamaah di masjid. Tiga diantaranya kami sebutkan berikut ini :

Hadits dari Aisyah radliyallahu 'anha, ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Isya hingga Umar memanggil beliau (dengan berkata) : "Telah tertidur para wanita dan anak-anak." Maka keluarlah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata : "Tidak ada seorang pun selain kalian dari penduduk bumi yang menanti shalat ini." (HR. Bukhari dalam kitab Mawaqit Ash Shalah 564 dan Muslim kitab Al Masajid 2/282)

Imam Nawawi dalam syarahnya terhadap hadits di atas berkata : "Ucapan Umar (Telah tertidur para wanita dan anak-anak) yakni diantara mereka yang menanti didirikannya shalat berjamaah di masjid."

Dalam hadits lain, Aisyah radliyallahu 'anha mengabarkan : "Mereka wanita-wanita Mukminah menghadiri shalat shubuh bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan berselimut dengan kain-kain mereka. Kemudian para wanita itu kembali ke rumah-rumah mereka hingga mereka (selesai) menunaikan shalat tanpa ada seorangpun yang mengenali mereka karena masih gelap." (HR. Bukhari 578)

Hadits dari Abi Qatadah Al Anshari radliyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya aku berdiri untuk menunaikan shalat dan berkeinginan untuk memanjangkan shalat itu. Lalu aku mendengar tangisan bayi maka akupun memendekkan shalatku karena khawatir (tidak suka) memberatkan ibunya." (HR. Bukhari 868, Abu Daud 789, Nasa'i 2/94-95 dan Ibnu Majah 991)

Izin Bagi Wanita Untuk Keluar ke Masjid

Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di masjid (lihat rubrik Ahkam, Salafy edisi IX). Namun tidak berarti wanita dilarang dan harus dicegah bila ingin hadir berjamaah di masjid, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Apabila wanita (istri) salah seorang dari kalian meminta izin untuk ke masjid maka janganlah ia mencegahnya." (HR. Bukhari 2/347 dalam Fathul Bari, Muslim 442, dan Nasa'i 2/42)

Salim bin Abdullah bin Umar menceritakan bahwasanya Abdullah bin Umar radliyallahu 'anhuma berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Janganlah kalian melarang istri-istri kalian dari masjid bila mereka meminta izin untuk mendatanginya." (HR. Bukhari dan Muslim 442 dan hadits yang disebutkan disini menurut lafadh Muslim)
Salim berkata : Bilal bin Abdullah bin Umar lalu berkomentar: "Demi Allah, kami benar-benar akan melarang mereka."

(Mendengar ucapan seperti itu, -pent.) Abdullah bin Umar memandang Bilal kemudian mencelanya dengan celaan yang buruk yang aku sama sekali belum pernah mendengar celaannya seperti itu terhadap Bilal. Dan Abdullah berkata : "Aku kabarkan kepadamu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu engkau menimpali dengan ucapanmu, 'demi Allah, kami benar-benar akan melarang mereka!'"

Beberapa Perkataan Ulama Dalam Permasalahan Ini
Berkata Imam Nawawi rahimahullah : [ Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari masjid-masjid Allah"
Dan yang semisalnya dari hadits-hadits dalam bab ini menunjukkan bahwa wanita tidak dilarang mendatangi masjid akan tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan oleh ulama yang diambil dari hadits-hadits yang ada. Seperti wanita itu tidak memakai wangi-wangian, tidak berhias, tidak mengenakan gelang kaki yang bisa terdengar suaranya, tidak mengenakan pakaian mewah, tidak bercampur-baur dengan laki-laki, dan wanita itu bukan remaja putri (pemudi) yang dengannya dapat menimbulkan fitnah serta tidak ada perkara yang dikhawatirkan kerusakannya di jalan yang akan dilewati dan semisalnya. ] (Syarhu Muslim 2/83)

Musthafa Al Adawi hafidhahullah memberi komentar terhadap ucapan Imam Nawawi di atas : [Terhadap ucapan Imam Nawawi rahimahullah tentang pelarangan remaja putri (pemudi untuk hadir di masjid) perlu dilihat kembali. Kami belum mendapatkan dalil yang jelas yang melarang pemudi atau membedakan antara pemudi dan yang selainnya untuk pergi ke masjid. ] (Jami' Ahkamin Nisa' juz 1 halaman 278)

Imam Nawawi juga berkata dalam Al Majmu' Syarhul Muhadzdzab 4/199 : [ Larangan dalam hadits : "Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari masjid-masjid Allah."

Hal ini merupakan larangan tanzih/makruh (bukan larangan yang menunjukkan tahrim/haram, pent.) karena hak suami agar istri tetap tinggal di rumah wajib dipenuhi. Maka janganlah si istri meninggalkannya untuk mengerjakan amalan yang tidak wajib. ]

Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah dalam Al Muhalla-nya menyatakan : "Tidak halal bagi wall wanita dan tidak juga bagi majikan budak wanita untuk melarang keduanya menghadiri shalat berjamaah di masjid jika diketahui bahwa mereka memang hendak shalat. Dan tidak halal bagi mereka (kaum wanita) untuk keluar dalam keadaan memakai wangi-wangian dan mengenakan pakaian yang indah (mewah). Bila si wanita melakukan hal demikian maka hendaklah dicegah." (Al Muhalla 2/170)

Al Baihaqi rahimahullah menyebutkan dalam Sunan-nya (3/133) bahwa perintah untuk tidak melarang wanita merupakan perintah yang sunnah dan bersifat bimbingan, bukan perintah yang menunjukkan fardlu dan wajib.

Musthafa Al Adawi berkata : "Bila tidak dijumpai adanya sebab yang dapat menghalangi keluarnya wanita menuju ke masjid maka wajib bagi suami untuk mengizinkannya karena adanya larangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari mencegahnya. Wallahu a'lam." (Jami' Ahkamin Nisa' 1/279)

Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini Al Atsari hafidhahullah dalam kitabnya, Al Insyirah fi Adabin Nikah halaman 72-74) setelah membawakan hadits yang artinya : "Bila istri salah seorang dari kalian meminta izin untuk ke masjid maka janganlah ia mencegahnya."

Syaikh menyatakan : [ Dalam hadits ini menunjukkan bahwa keluarnya istri harus dengan izin suami. Seandainya si suami menahan istrinya (untuk keluar) maka si suami tidak berdosa menurut pendapat yang terpilih dari pendapat-pendapat para Ahli Tahqiq dan telah berkata Al Baihaqi : "Dengan inilah mayoritas ulama berpendapat."

Adapun hadits yang berbunyi : "Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari masjid-masjid Allah"

Perintah disini (yakni perintah untuk tidak melarang wanita ke masjid, pent.) tidaklah menunjukkan wajib. Karena seandainya wajib, maka tidak ada maknanya meminta izin. Wallahu a'lam. ]

Pendapat Aisyah radliyallahu 'anha dan Bimbingannya
Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan ucapan Aisyah radliyallahu 'anha :
"Seandainya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sempat menemui apa yang diada-adakan oleh para wanita (saat ini) niscaya beliau akan melarang mereka sebagaimana dilarangnya wanita-wanita Bani Israil." (HR. Bukhari hadits 869 dan dikeluarkan juga oleh Muslim 445)

Dalam riwayat Muslim disebutkan : Salah seorang rawi bertanya kepada Amrah binti Abdirrahman (murid Aisyah yang meriwayatkan hadits ini darinya) : "Apakah para wanita Bani Israil dilarang ke masjid?" Amrah menjawab : "Ya, adapun hal-hal baru yang diperbuat para wanita Bani Israil diantaranya memakai wangi-wangian, berhias, tabarruj, ikhtilath, dan kerusakan-kerusakan lainnya."

Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari (2/350) : "Shalatnya wanita di rumahnya lebih utama baginya karena terjamin aman dari fitnah. Dan yang menguatkan hal ini setelah munculnya perbuatan tabarruj dan pamer perhiasan yang dilakukan oleh para wanita. Terlebih lagi Aisyah radliyallahu 'anha telah berkata dengan apa yang dia katakan. Sebagian orang berpegang dengan ucapan Aisyah ini untuk melarang wanita (ke masjid) secara mutlak dan pendapat ini perlu ditinjau kembali."

Beliau berkata lagi : "Aisyah mengaitkan larangan dengan syarat, yang ia menganggap bila Nabi sempat melihat (perbuatan para wanita itu) niscaya beliau akan melarangnya. Dengan demikian, dikatakan kepada orang yang berpendapat wanita dilarang secara mutlak (ke masjid) bahwa Nabi tidak sempat melihat (perbuatan para wanita itu) dan beliau tidak melarang, hingga hukum (kebolehan wanita ke masjid dan larangan untuk mencegah mereka, pent.) terus berlaku ... ."

Berkata Musthafa Al Adawi setelah membawakan riwayat Aisyah di atas : [ Ini merupakan pendapat Aisyah radliyallahu 'anha berkenaan dengan keluarnya wanita ke masjid ... . Beliau berpendapat (perlunya) larangan karena sebab yang disebutkan. Pendapat ini memiliki arti bila ada fitnah dan adanya kekhawatiran terhadap kaum pria dan wanita dari fitnah itu. Akan tetapi kita kembali dan kita katakan : Pendapat ini tempatnya bila fitnah terwujud nyata. Adapun melarang mereka karena (menganggap) semata-mata ke masjid itu adalah fitnah maka ini pendapat yang lemah. Allah Ta'ala telah berfirman :
"Dan tidaklah Tuhanmu lupa." (QS. Maryam : 64)
"Tidaklah Kami luputkan sesuatu pun di dalam Kitab ini." (QS. Al An'am : 38)

Dan layak untuk kami (Musthafa Al Adawi) nukilkan disini ucapan Al Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari 2/350. Beliau menyatakan : " … dan juga Allah subhanahu wa ta'ala telah mengetahui apa yang akan mereka (para wanita) perbuat. Namun Allah tidak mewahyukan kepada Nabi-Nya untuk melarang mereka (mendatangi masjid). Seandainya apa yang mereka perbuat mengharuskan untuk melarang mereka dari masjid, niscaya melarang mereka dari selain masjid seperti mendatangi pasar-pasar adalah lebih utama. Dan juga perbuatan yang diada-adakan itu hanya dilakukan oleh sebagian wanita, tidak seluruhnya. Maka pengkhususan larangan (penunjukkan larangan) ditujukan kepada wanita yang berbuat. Yang lebih utama adalah menilik perkara yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, lalu menghindarinya berdasarkan isyarat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan melarang memakai wangi-wangian dan berhias." (Lihat Jami' Ahkamin Nisa' 1/280) ]

Ibnu Hazm rahimahullah dalam Al Muhalla (3/ 134) menyebutkan enam sisi bantahan terhadap orang yang berhujjah dengan ucapan Aisyah radliyallahu 'anha ini untuk melarang wanita ke masjid secara mutlak. Dua sisi diantaranya kami sebutkan secara ringkas di bawah ini :

Sisi pertama : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak sempat melihat apa yang diperbuat para wanita, maka beliau tidak melarang mereka ke masjid. Apabila beliau sendiri tidak melarang mereka (ke masjid) maka berarti melarang mereka adalah bid'ah dan kesalahan. Ini sama dengan firman Allah Ta'ala :

"Wahai istri-istri Nabi, siapa diantara kalian yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata niscaya akan dilipatgandakan siksaan padanya dua kali lipat ... ." (QS. Al Ahzab : 30)

Maka mereka sama sekali tidak mengerjakan perbuatan keji yang nyata sehingga tidak dilipatgandakan adzab bagi mereka, walhamdulillah. Dan juga seperti firman Allah Ta'ala :

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka barakah dari langit dan bumi." (QS. Al A'raf : 96)

Maka mereka tidak beriman sehingga tidak dibukakan barakah bagi mereka.

Sisi Kedua : Aisyah radliyallahu 'anha tidak berpendapat melarang para wanita karena sebab itu dan ia tidak berkata : "Laranglah mereka karena apa yang mereka perbuat." Akan tetapi Aisyah mengabarkan : "Andai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup niscaya beliau melarang mereka ... ."

Kami katakan : Seandainya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mereka, kami pun melarang mereka. Dan bila beliau tidak melarang maka kami pun tidak melarang mereka.

Syarat-Syarat Yang Harus Dipenuhi
Wanita dibolehkan menghadiri shalat berjamaah di masjid namun harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan syariat seperti tidak memakai wangi-wangian sebagaimana dikabarkan oleh Zainab Ats Tsaqafiyah, istri Abdullah bin Mas'ud radliallahu anhuma. la berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami : "Bila salah seorang dari kalian (para wanita) ingin menghadiri shalat di masjid maka janganlah ia menyentuh wewangian." (HR. Muslim 4/163, Ibnu Khuzaimah 1680, dan Al Baihaqi 3/439)

Demikian juga hadits Abi Hurairah radliyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam : "Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian maka janganlah ia menghadiri shalat lsya yang akhir bersama kami." (HR. Muslim 4/162, Abu Daud 4175, dan Nasa'i 8/154)

Musthafa Al Adawi berkata : [ Abu Muhammad Ibnu Hazm rahimahullah memiliki pendapat yang ganjil dimana ia berkata dalam Al Muhalla 4/78 : "Tidak halal bagi seorang wanita menghadiri shalat di masjid dalam keadaan memakai wangi-wangian. Jika ia melakukannya maka batallah shalatnya."

Ini merupakan pendapat yang ganjil dari beliau rahimahullah. Yang benar, --wallahu a'lam-- wanita yang melakukan perbuatan demikian (memakai wewangian ketika keluar menuju masjid) berarti telah berbuat dosa, akan tetapi dosanya tersendiri dari shalatnya dan tidak ada hubungan antara dosa itu dengan batalnya shalat. Allahu a'lam. ] (Jami' Ahkamin Nisa' 1/288)

Al Qadli 'Iyadl rahimahullah menyebutkan syarat dari ulama berkenaan dengan keluarnya wanita, diantaranya tidak mengenakan perhiasan, tidak memakai wewangian, dan tidak berdesak-desakan dengan laki-laki. Kata Al Qadli : "Termasuk dalam makna wewangian adalah menampakkan perhiasan dan keindahannya. Jika ada sesuatu dari perbuatan demikian maka wajib melarang mereka karena takut fitnah."

Berkata Syaikh Abdullah Al Bassam dalam kitabnya, Taudlihul Ahkam (2/283) : [Terhitung wangi-wangian adalah sesuatu yang semakna dengannya berupa gerakan-gerakan yang dapat mengundang syahwat seperti pakaian yang indah, perhiasan, dan dandanan. Karena aroma si wanita, perhiasan, bentuknya, dan penonjolan kecantikannya merupakan fitnah baginya dan fitnah bagi laki-laki.
Bila si wanita melakukan hal demikian atau melakukan sebagiannya, haram baginya untuk keluar berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu (telah disebutkan di atas, pent.) dan hadits dalam Shahihain dari Aisyah radliyallahu 'anhuma, ia berkata: "Seandainya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat apa yang dilakukan para wanita sebagaimana yang kita lihat niscaya beliau akan melarang mereka ke masjid." ]

Dituntunkan kepara para wanita yang hadir dalam shalat berjamaah di masjid untuk bersegera kembali ke rumah setelah menunaikan shalat. Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radliyallahu 'anha : "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunaikan shalat shubuh ketika hari masih gelap. Maka para wanita Mukminah berpaling (meninggalkan masjid) dalam keadaan mereka tidak dikenali karena gelap atau sebagian mereka tidak mengenali sebagian lainnya." (HR. Bukhari 872)

Musthafa Al Adawi berkata setelah membawakan hadits di atas: [ Imam Bukhari membuat satu bab untuk hadits ini dalam kitab Shahih-nya dan diberi judul : Bab Bersegeranya Wanita Meninggalkan Masjid Setelah Shalat Shubuh dan Sebentarnya Mereka Berdiam di Masjid. Al Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan : "Dikhususkan waktu shubuh karena mengakhirkan keluar dari masjid (berdiam lama di masjid, pent.) berakibat suasana sekitar sudah terang. Maka sepantasnya wanita bersegera keluar. Berbeda dengan Isya, karena suasana akan semakin gelap hingga tidak bermudlarat untuk berdiam lebih lama di masjid (tentunya dengan catatan aman dari fitnah dan tidak ada gangguan yang membahayakan si wanita di jalanan seperti zaman sekarang ini, wallahu a'lam, pent.)." ]

Aku (Mustafa Al Adawi) katakan : "Ucapan Al Hafidh ini diikuti oleh hadits berikutnya (hadits Ummu Salamah yang akan disebutkan setelah ini, pent.). Maka tidak ada maknanya untuk mengkhususkan waktu shubuh daripada waktu lainnya dalam hal bersegeranya wanita keluar dari masjid. Yang benar, para wanita bergegas meninggalkan masjid setelah menunaikan semua shalat hingga memungkinkan mereka untuk pergi sebelum bercampur-baur dengan laki-laki." (Jami' Ahkamin Nisa' 1/285)

Hindun bintu Al Harits berkata bahwa Ummu Salamah --istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam-- menceritakan padanya tentang para wanita di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apabila mereka telah mengucapkan salam dari shalat fardlu, mereka berdiri meninggalkan masjid sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beserta para pria yang ikut shalat tetap tinggal selama waktu yang dikehendaki Allah. Maka apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri, para pria pun ikut berdiri." (HR. Bukhari 866)

Dalam riwayat lain dari Ummu Salamah juga, ia berkata : "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bila telah selesai salam (dari shalat) beliau tinggal sejenak di tempatnya (sebelum berdiri meninggalkan masjid, pent.)." (HR. Bukhari 849)

Berkata seorang perawi hadits di atas : "Kami berpendapat, wallahu a'lam, beliau berbuat demikian agar ada kesempatan bagi para wanita untuk meninggalkan masjid."

Imam Syaukani rahimahullah dalam Nailul Authar 2/315 berkata : "Hadits ini menunjukkan disunnahkannya imam untuk memperhatikan keadaan makmum dan bersikap hati-hati dengan menjauhi apa yang dapat mengantarkan kepada perkara yang dilarang ... ."

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata : "Jika pria dan wanita hadir bersama imam (dalam shalat berjamaah) maka disunnahkan bagi sang imam dan jamaah pria agar tetap tinggal di tempat (selesai menunaikan shalat) sekadar imam berpendapat bahwa jamaah wanita telah meninggalkan masjid ... ." (Al Mughni 2/560)

Musthafa Al Adawi berpendapat : "Bila di masjid itu ada pintu khusus bagi wanita dan mereka terhijab dari kaum pria dan kaum pria tidak melihat mereka maka tidak ada larangan --wallahu a'lam-- bagi mereka untuk tetap tinggal di tempat shalat agar mereka dapat bertasbih, bertahmid, bertakbir, dan bertahlil dengan dzikir-dzikir tertentu setelah shalat karena para Malaikat bershalawat untuk orang yang shalat selama ia tetap di tempat shalatnya dalam keadaan berdzikir pada Allah dan selama ia belum berhadats sebagaimana hal ini diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." (Jami' Ahkamin Nisa' 1/286-287)

Sebaik-Baik Shaf Wanita
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abi Hurairah radliyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sebaik-baik shaf pria adalah shaf yang pertama dan sejelek-jelek shaf pria adalah yang paling akhir. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan sejelek-jeleknya yang paling depan." (HR. Muslim nomor 440, Nasa'i 2/93, Abu Daud 678, Tirmidzi 224 dan ia berkata : "Hadits hasan shahih." Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits ini nomor 1000)

Ada beberapa pendapat ulama dalam permasalahan ini, diantaranya : Berkata Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarhu Muslim (halaman 1194) : "Adapun shaf pria maka secara umum selamanya yang terbaik adalah shaf yang pertama dan yang paling jelek adalah shaf yang terakhir. Adapun shaf wanita maka yang dimaksudkan dalam hadits adalah shaf-shaf wanita yang shalat bersama kaum pria. Sedangkan bila mereka (kaum wanita) shalat terpisah dan tidak bersama kaum pria maka mereka sama dengan pria, yakni sebaik-baik shaf mereka adalah yang paling depan dan seburuk-buruknya adalah yang paling akhir. Yang dimaksud dengan jelek-nya shaf bagi pria dan wanita adalah yang paling sedikit pahalanya dan keutamaannya serta paling jauh dari tuntutan syar'i. Sedangkan shaf yang paling baik adalah sebaliknya. Shaf yang paling akhir bagi jamaah wanita yang hadir bersama jamaah pria dikatakan memiliki keutamaan karena jauhnya para wanita itu dari bercampur (ikhtilath) dengan pria, dari melihat pria, dan tergantungnya hati tatkala melihat gerakan kaum pria, serta mendengar ucapan (pembicaraan mereka), dan semisalnya. Dan celaan bagi shaf yang terdepan bagi jamaah wanita (yang hadir bersama pria) adalah sebaliknya dari alasan di atas, wallahu a'lam."

Beliau rahimahullah berkata juga dalam Al Majmu' 4/301 : "Telah kami sebutkan tentang disunnahkannya memilih shaf pertama kemudian sesudahnya (shaf kedua) kemudian sesudahnya sampai shaf yang akhir. Hukum ini berlaku terus-menerus bagi shaf pria dalam segala keadaan dan juga bagi shaf wanita yang jamaahnya khusus wanita, terpisah dari jamaah pria. Adapun jika kaum wanita shalat bersama pria dalam satu jamaah dan tidak ada pemisah/penghalang diantara keduanya, maka shaf wanita yang paling utama adalah yang paling akhir berdasarkan hadits Abi Hurairah radliyallahu 'anhu (telah disebutkan di atas, pent.)."

Berkata Imam Syaukani rahimahullah : [ Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam : " ... dan sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir."

Dikatakan paling baik karena berdiri pada shaf tersebut menyebabkan jauhnya dari bercampur dengan pria, berbeda dengan berdiri di shaf pertama dari shaf-shaf jamaah wanita karena mengandung (kemungkinan) bercampur dengan pria dan tergantungnya hati dengan mereka (para pria) disebabkan melihat mereka dan mendengar ucapan mereka. Karena inilah, shaf pertama dinyatakan paling jelek (bagi wanita). (Nailul Authar 3/184) ]

Dalam Subulus Salam 2/30 (Maktabah Dahlan), Imam Shan'ani rahimahullah berkata : "Shaf yang paling akhir dikatakan shaf yang terbaik bagi wanita. Alasannya karena dalam keadaan demikian mereka berada jauh dari pria, dari melihat, dan mendengar omongan mereka. Hanya saja alasan ini tidak sempurna kecuali bila shalat mereka dilakukan bersama kaum pria. Adapun bila mereka shalat dan imam mereka juga wanita (jamaah khusus wanita, pent.) maka shaf-shaf mereka hukumnya seperti shaf-shaf pria yaitu yang paling utama adalah shaf pertama."

Musthafa Al Adawi berkata setelah menyebutkan hadits Abi Hurairah di atas : [ Ketentuan ini berlaku bila kaum wanita bergabung bersama kaum pria dalam shalat berjamaah dimana mereka berada di belakang shaf-shaf. Adapun bila jamaahnya khusus wanita atau bersama kaum pria dalam melaksanakan shalat akan tetapi mereka tidak dapat terlihat oleh pria, maka shaf yang paling baik adalah yang paling depan berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Seandainya mereka tahu keutamaan shaf yang terdepan niscaya mereka akan berundi untuk mendapatkannya." (HR. Bukhari 721) ] (Jami' Ahkamin Nisa' 1/353-354)

Bolehnya Wanita Shalat Sunnah di Masjid
Sebagaimana wanita dibolehkan untuk shalat berjamaah di masjid, dibolehkan pula baginya untuk melakukan shalat sunnah di masjid selama aman dari fitnah dan terpenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Hal ini berdalil dengan riwayat Imam Bukhari dalam Shahih-nya dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu. Anas berkata : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid, tiba-tiba beliau mendapatkan seutas tali terbentang diantara dua tiang (masjid). Maka beliau bersabda : "Tali apa ini?" Para shahabat menjawab : "Tali ini milik Zainab. Bila ia merasa lemah (dari melaksanakan shalat sunnah, pent.) ia bergantung dengan tali ini." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Jangan, putuskan tali ini! Hendaklah salah seorang dari kalian shalat dalam keadaan ia bersemangat maka kalau ia lemah hendaklah ia duduk." (HR. Bukhari hadits 1150, dikeluarkan juga oleh Muslim, Abu Daud 1312, Nasa'i, dan Ibnu Majah 1371)

Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 3/37 : "Hadits ini menunjukkan upaya menghilangkan kemungkaran dengan tangan dan lisan dan menunjukkan bolehnya para wanita menunaikan shalat nafilah (sunnah) di masjid."

Penutup

Sebelum seorang wanita melangkah ke masjid, ia harus melihat syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam agama ini agar ia tidak jatuh dalam pelanggaran dan perbuatan dosa. Dan ia hendaknya tidak melupakan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ummu Humaid ketika Ummu Humaid berkata : "Ya Rasulullah, sesungguhnya aku senang shalat bersamamu." Nabi menjawab :

"Sungguh aku tahu bahwa engkau suka shalat bersamaku, namun shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu dan shalatmu di masjid kaummu lebih-baik daripada shalatmu di masjidku ini." (HR. Ibnu Khuzaimah 1689, Ahmad 6/371, Ibnu Abdil Barr dalam Al Isti'ab. Kata Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini : "Isnadnya hasan dengan syawahid." Lihat Al Insyirah halaman 74)

Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini menyatakan : "Bersamaan dengan dibolehkannya wanita keluar ke masjid maka sesungguhnya shalatnya di rumahnya lebih utama daripada hadirnya ia dalam shalat berjamaah (di masjid)." (Al Insyirah halaman 73)

Wallahu A'lam Bish Shawwab.


Baca Lebih Lanjut...
 

Home | Blogging Tips | Blogspot HTML | Make Money | Payment | PTC Review

AHLUSSUNNAH © Template Design by Herro | Publisher : Templatemu